Senin, 30 April 2018

review 2

Di tengah dominasi penyair laki-laki dalam dunia perpuisian Indonesia, saya sangat senang bisa menemukan kumpulan puisi “Gambar Kesunyian di Jendela” karya Shinta Febriany ini. Kehadiran Shinta seperti mengembuskan angin segar bagi dunia perpuisian negeri kita, sekaligus mampu memberikan inspirasi bagi perempuan untuk berkarya melalui puisi. Dengan diksi yang sederhana, Shinta menceritakan beragam hal seperti kesunyian, kesedihan, ketegaran, luka, dan perpisahan.
Nuansa kemuraman memang sangat kental dalam kumpulan puisi ini. Akan tetapi, Shinta mengemas kemuraman itu dengan bahasa yang puitis, sederhana, namun tidak klise dan terasa menyegarkan.
Puisi-puisi Shinta dalam kumpulan ini bagi saya seperti menunjukkan, bahwa kesedihan tidak selamanya mesti ditampilkan dengan kesan yang cengeng penuh dengan kenelangsaan, melainkan juga dapat ditampilkan dari sisi yang penuh ketegaran. Dalam puisi “Angin Oktober di Dadamu, misalnya, Shinta menuliskan ketegaran seseorang dalam menerima luka dan penderitaan: “Kau mencintai tubuhmu yang wangi penuh penderitaan, tapi kau ingin meninggalkannya”. Dalam bagian lain di puisi ini, Shinta bahkan menegaskan, bahwa luka dan keputusasaan mesti ditanggalkan, dan digantikan dengan hal-hal yang berwarna: “telah kauhapus lagu-lagu putus asa, dan menggantinya dengan baju-baju berwarna.
Secara keseluruhan, bagi saya kumpulan puisi “Gambar Kesunyian di Jendela” karya Shinta Febriany ini adalah sebuah karya yang amat menarik—dengan puisi yang indah, dalam, dan memiliki karakter yang kuat. Dan sebagai seorang penyair, menurut saya Shinta Febriany adalah sosok yang patut serta layak diperhitungkan.