Jumat, 24 Juli 2015

Puisi Moon Chung Hee, Penyair Perempuan Korea Selatan

/1/
SESUATU YANG TAK BISA DIMILIKI SENDIRIAN

sesuatu yang paling indah
diciptakan agar tak tersentuh
senyum hijau mengembang
di antara bebunga pepohonan

sesuatu yang paling berharga
diciptakan agar tak dimiliki sendirian
gadis-gadis di penanggalan yang baru digantung
kata-kata permata, menunggu untuk digubah

sesuatu yang paling disayang
diciptakan agar menguak begitu saja
cahaya bintang berkilauan
di dalam tatapan mata kita


/2/
LAGU ORANG MILITER

mungkin kalian tak tahu
tapi tiap perempuan yang lahir di negeri ini
pasti pernah jatuh cinta pada orang militer
tiap lelaki muda di negeri ini pernah ke DMZ*
mempertarungkan nyawa sepanjang usia remajanya
sambil membidikkan senjata pada saudaranya
yang kini jadi musuh
dengan putus asa mereka belajar kerinduan dan penderitaan
jadi tiap perempuan di negeri ini
semasa muda menulis surat untuk menyenangkan
orang militer
yang sejak lajang berdiam di kamp-kamp militer
tapi cinta itu seringkali tak meranum
pada suatu petang di pertengahan umurnya
perempuan itu bertemu cinta lama, yang bukan
orang militer lagi
di sudut jalan dan tak bisa berbalik, mereka gugup dan malu
dan diam-diam terisak
mereka menyesali batas pemisah itu
yang lebih berkarat daripada kawat berduri di DMZ
mungkin kau tak tahu
tapi tiap perempuan di negeri ini
pasti pernah jatuh cinta pada orang militer

*DMZ adalah singkatan dari Demilitarized Zone, yang berarti daerah gencatan senjata di perbatasan Korea Selatan dan Korea Utara. DMZ dibuat setelah perang saudara (1950-1953)


/3/
KEBOHONGAN

seandainya aku bertemu cinta lamaku lagi
di sebuah pub di Gangnam
dan mengaku dengan suara gemetar
"aku tak pernah melupakanmu selama ini"
apakah itu benar?
walau kami segera sadar kata-kata itu bohong
tapi juga tak sepenuhnya tidak benar
ketika kami berbagi minuman di tengah kabut
kehidupan masa lalu larut seperti kebohongan
seperti kebenaran
ketika kami menyadari kefanaan itu
kata-kata yang hanyut seolah gelombang laut
lalu siapakah kami?
pujangga?


/4/
DI MANA RUMAHKU

rahim ibuku rumah pertamaku
sudah berubah jadi debu di pemakaman Taman Ilsan
rumah di jalan Wonhyo-ro tempat tinggalku
ketika pindah ke Seoul semasa kanak-kanak
sekarang menjadi klinik operasi plastik
rumah semasa SMP-ku di Mapo
tempat propaganda pemerintah membuat telingaku terbiasa
sudah berganti jadi kantor kata
pulau di tengah sungai itu pun sudah tidak ada
SMA Putri Jinmyeong, almamaterku, dekat Gedung Genting Biru
sudah jadi institusi pemerintah
rumah semasa kuliah di universitas di Sangdo-dong
sudah menjadi hotel murah
rumah pengantin baruku di Gui-dong
tempat sesekali kedengaran katak mengoak
sudah jadi toko kelontong
hari ini aku diusir dari villa putih
dekat jembatan Yeong-dong
terpaksa mencari pondokan sementara
memandangi villa putih dirobohkan
atas nama pembangunan kembali
dengan semboyan "kepemilikan adalah kebanggaan!",
kulamunkan istana ajaib muncul di atasnya
sekarang di mana gerangan kuletakkan kenanganku
yang telah lama kusimpan sebagai endapan airmata
ibarat cinta sarat beban
kenangan memang gangguan belaka
tapi aku masih luntang-lantung menyeret kenangan itu
mungkin aku makhluk terakhir zaman ini
sebentar lagi akan diseret ke museum
hewan langka di sebuah kota gersang
tanpa wujudku sendiri
betulkah ini tanah airku?

/5/
NASI DINGIN

bangkit dari badan sakitku
dan makan nasi dingin sendirian
duri embun beku menusuk tenggorokanku
ada cukup banyak peralatan listrik di dapur
cukup menekan tombol dan nasi hangat pun bisa didapat
jadi hampir tak perlu makan nasi dingin
tapi hari ini aku makan nasi dingin sendiri
mengenang seorang perempuan
yang rajin menanak nasi hangat untuk keluarganya
tapi dia sendiri selalu makan nasi dingin
lauknya sebatang lobak dan tulang ikan
sisa makan orang lain
dia ikhlas makan nasi dingin dari mangkuk yang retak
tapi tubuhnya selalu memancarkan cinta paling hangat
aku rindu suara-suara piring waktu larut malam
dan tangannya yang sepi
hari ini aku bangkit dengan badan sakitku
dan makan nasi dingin
Tuhan tidak dapat hadir di tiap rumah, katanya
jadi Tuhan mengirimnya ke rumah-rumah.
aku menjumpainya di dalam nasi dingin
yang kumakan sendiri
hari ini
aku jadi nasi dingin di dunia


Puisi-puisi di atas dikutip dari kumpulan puisi Perempuan yang Membuat Air karya Moon Chung Hee terbitan Kepustakaan Popular Gramedia, September 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar