REPETISI DALAM PUISI
Teknik
repetisi adalah teknik pengulangan kata,
frasa, klausa atau kalimat untuk mempertegas makna yang ingin disampaikan oleh
penulis dalam puisinya (tulisannnya). Teknik atau majas repetisi ini banyak
kita temukan dalam puisi-puisi populer Indonesia, misalnya, puisi “Aku Ingin”
dan “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono yang saya kutip di bawah ini.
/1/
AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu
Kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan
kepada hujan yang menjadikannya
tiada.
/2/
HUJAN BULAN JUNI
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Pada
puisi “Aku Ingin”, Sapardi menggunakan repetisi atau pengulangan baris “Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana”. Pengulangan ini digunakan untuk memperkuat
daya puisi dan kedalaman makna, sehingga pembaca mampu merasakan kekuatan
perasaan yang ingin disampaikan oleh penyair melalui puisinya.
Teknik
repetisi ini tentunya juga banyak digunakan oleh penyair-penyair Indonesia
terkemuka lainnya, seperti Chairil Anwar
dalam puisi “Prajurit Jaga Malam” (Aku
suka pada mereka yang berani hidup, aku suka pada mereka yang masuk menemu
malam); Goenawan Mohamad dalam puisi “Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran
Lagi” (sebelum bait pertama, sebelum
selesai kata, sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba); dan lain-lain.
ANAFORA DAN EPIFORA
Teknik
atau majas repetisi dibagi menjadi dua, yakni anafora dan epifora.
Anafora adalah pengulangan yang dilakukan di awal kalimat atau awal bait,
sedangkan epifora adalah pengulangan yang dilakukan di bagian akhir kalimat
atau akhir bait.
Berikut
ini akan saya contohkan puisi yang menggunakan anafora (pengulangan di awal
kalimat atau bait)
Contoh
Anafora:
/1/
Tiba juga musim penghabisan
Tiba juga mimpi yang terbenam pelahan
Tiba juga waktu memeluk kata-kata nan muram
Tiba juga tubuh terlelap di rimba gemintang.
(Pemateri)
M.
Aan Mansyur juga menggunakan teknik anafora ini dalam puisi yang berjudul “Belajar
Berenang”. Berikut akan saya kutip potongan puisinya.
“Kau
kebahagiaan yang terlambat terpejam. Kau
yang pertama dan akan selalu basah dalam mimpiku. Kau yang terbangun tengah malam dari mataku.”
*Note:
Puisi “Aku Ingin” dan “Hujan Bulan Juni” juga termasuk yang menggunakan
anafora, terdapat pengulangan di awal bait.
Sekarang,
saya akan memberikan contoh puisi yang menggunakan teknik epifora (pengulangan di akhir kalimat
atau bait)
/1/
Langit yang berdegup dalam jantungmu ternyata raib pada akhirnya
Bahasa yang kau susun di lembaran
waktu ternyata raib pada akhirnya
Puisi-puisi yang menyembunyikan
mimpi-mimpimu ternyata raib pada
akhirnya
Kau dan semua yang terlelap dan
terbangun ternyata raib pada akhirnya
(Pemateri)
Contoh
puisi di atas menggunakan pengulangan di akhir baris/kalimat.
/2/
Aku pernah terjatuh
Dan kata-kata lenyap dari tubuhku
Dan airmata ibu yang menguatkan langkahku.
Segala arah mengabur
Hilang mata angin dan gemintang di
muram semesta
Dan airmata ibu yang menguatkan langkahku
(Pemateri)
*Puisi
di atas menggunakan epifora (pengulangan di akhir bait)
Dalam
menulis puisi, kita pun juga bisa memadukan anafora dan epifora sekaligus.
Sebagai
contoh akan saya kutip puisi karya Toto Sudarto Bachtiar di bawah ini.
Kemerdekaan ialah tanah air dan laut
Semua suara
Janganlah takut padanya
Kemerdekaan ialah tanah air penyair
Dan pengembara
Janganlah takut padanya
Dimas Albiyan
Februari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar